Kamis, 16 Juni 2016

Hikmah Puasa dan Manajemen Perubahan

Gedung Pasca Sarjana UIN Medan Sumut. • Mediamuallaf.com
Oleh : Professor Dr H AMROENI DRAJAT, MAg
Puasa sebagai madrasah universal dan manajemen perubahan bagi umat Islam. Pada saat memasuki bulan suci Ramadhan seperti saat sekarang ini, kita banyak mendengar ulasan-ulasan disekitar, kemulian bulan suci melalui tinjauan keagamaan atau tinjauan teologis dapat juga yang dimaksudkan adalah tinjauan ilahiyah sebab mendasarkan ulasan berdasarkan atas tinjauan Alqur'an dan Alsunnah puasa dari sudut tinjauan teologis merupakan kewajiban bagi semua umat Islam yang beriman kepada Allah SWT.
                
Sebagai bagian dari kewajiban yang diberlakukan untuk umat manusia dengan tujuan untuk mencapai peringkat taqwa. Biasanya diawali dengan membacakan surah Al-Baqarah ayat 183 sebagai lazimnya. Lalu dilanjutkan dengan berbagai keistimewaan dan ragam kemulian yang terkandung didalamnya.
               
Akan tetapi bulan suci ramadhan ini sebenarnya dapat pula digali pemahamannya dari sisi yang lain dan diharapkan dapat membangkitkan umat Islam kearah yang lebih baik, yaitu dimensi kemanusian atau sosiologinya. Sisi kajian ini bertolak dari isyarat –isyarat yang terkandung pada aktivitas rutin dari kegiatan ibadah puasa.
                
Sebab dari serangkaian isyarat itulah jika diperhatikan secara mendalam maka pada kewajiban berpuasa itu terkandung banyak makna yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan ini. Sebab itu pula kita dapat menyatakan bahwa puasa adalah madrasah kemanusiaan.
                
Dimana pada prakteknya puasa adalah sarana pendidikan karakter yang sarat dengan simbol-simbol pendidikan yang dapat digunakan sebagai persiapan menghadapi berbagai perubahan dan perkembangan zaman, jargon bahwa di dunia ini tidak ada yang pasti kecuali ketidakpastian itu sendiri.
                
Tidak ada yang tetap kecuali perubahan itu sendiri. Artinya bahwa manusia dihadapi pada perubahan demi perubahan. Seperti yang dikatakan oleh seorang filsuf Yunani Heraklitus Panta Rhei, semuanya mengalir, tetapi yang harus dipahami bahwa perubahan itu selalu ada pada tingkatan materialistik. 
                
Tubuh kita berubah berkembang meningkat dari hari ke hari namun tanpa ada perasaan ikut berubah. Tangan kita yang sekarang ini sebenarnya bukanlah tangan kita pada waktu masih kecil, katakanlah ketika kita baru lahir. Begitu juga anggota tubuh yang lain, tetapi juga ada sesuatu yang selalu ada dan terus ada. Bahkan akan terus ada meskipun jasad manusia itu kembali lagi keasalnya ketanah.
                
Namun ada yang selalu dan terus mengada hingga kembali lagi ke asalnya. Nah terkait dengan yang selalu berubah inilah yang akan dibahas dikaitkan dengan kegiatan berpuasa sekarang ini. Dari sisi ini maka umat Islam yang mengerjakan ibadah puasa pada hakekatnya selalu dilatih setiap tahunnya untuk mengantisipasi perubahan yang terus menerus.
                
Umat Islam seakan diberikan penyegaran tahunan untuk menghadapi perubahan dalam kehidupannya. Umat Islam diseluruh dunia dilatih dan dingatkan akan adanya perubahan yang harus segera diantisipasi. Beberapa pola hidup yang turut berubah bersamaan dengan datangnya bulan puasa.

Pertama, perubahan pola makan. Berubahnya waktu makan, berubahnya selera makan, berubahnya cara pandang terhadap makanan. Perubahan waktu makan jelas bukan hal yang mudah, bagi yang terbiasa dengan sarapan pagi, maka makan sahur menjadi perubahan waktu makan yang sangat ekstrim.

Nah terhadap waktu perubahan ekstrim ini tidak ada yang boleh protes atau menentangnya karena hal itu merupakan perintah dari Nabi. Terkadang bangun masih malas namun dengan adanya sunnah untuk makan sahur, mau tak mau dikerjakan juga. Dengan demikian juga perubahan ini akan terus dilaksanakan sepanjang bulan puasa.

Proses membiasakan perubahan ini menjadi kata kunci tersendiri bagi pembentukan sikap dan karakter manusia serasional apapun umat manusia jika mengakui Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai nabinya maka perintah itu tak bisa ditawar-tawar lagi. Kepatuhan dan ketundukan muncul disini. Artinya bahwa umat Islam dilatih untuk melakukan perubahan pengaturan waktu makan.

Kedua, perubahan pola kerja dengan datangnya bulan puasa otomatis merubah pola jam kerja, biasanya masuk pukul delapan, dan pulang pukul empat tigapuluh sore misalnya, maka pada bulan puasa waktu kerja menjadi masuk pukul delapan dan pulang pukul tiga.

Perubahan jadwal kerja juga mempengaruhi jadwal kegiatan yang lain dengan begitu juga mengharuskan setiap orang yang berpuasa menyesuaikan diri dengan jam kerja yang telah ditetapkan. Semua kegiatan harus berubah dan menyesuaikan diri dengan waktu yang tersedia.

Ketiga, perubahan pola istrahat dari beraktivitas. Bersamaan dengan perubahan pola kerja membawa dampak pada perubahan waktu istrahat pula. Waktu istrahat menjadi berkurang. Umat Islam kembali dituntut untuk mengatur pola istirahatnya, kapan waktu yang tepat untuk beristrahat, kapan waktu yang tepat untuk bekerja atau beraktivitas. Harus diatur kapan istrahat, kapan waktu yang tepat untuk tadarus, kapan untuk bekerja, kapan untuk meluangkan waktu untuk keluarga, kapan meluangkan waktu untuk kegiatan di luar rumah.

Keempat, perubahan pola waktu beribadah, dengan menyadari bahwa bulan ini merupakan bulan bagi Allah SWT dimana segala kebaikkan ditanggung oleh Allah SWT pahalanya, maka setiap umat Islam juga dituntut untuk memperbanyak ibadah. Dengan datangnya bulan ibadah ini kita dituntut untuk mengatur kapan waktu beribah yang tepat, agar ibadah menjadi maksimal dan ibadah menjadi khusuk.

Kapan pula waktu yang tepat untuk menambah wawasan keagamaan, kapan waktu yang tepat untuk menambah keimanan dalam diri sendiri, kapan waktu yang tepat untuk bertadarus, kapan waktu yang tepat untuk membaca Alquran, kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan salat tarawih, kapan waktu yang tepat untuk berzikir, kapan waktu yang tepat untuk bermuhasabah, kapan waktu yang tepat untuk membagi zakat fitrah nanti.

Kelima, perubahan rencana ekonomis, begitu masuk bulan suci Ramadhan hampir setiap orang terutama kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk memikirkan berbagai hal terkait dengan kehidupan selama puasa, bagaimana cara mendapatkan dan membagi rezeki untuk keperluan selama menjalankan ibadah puasa, berapa yang harus disiapkan untuk kepentingan berbuka dan sahur keluarga, berapa yang harus dipersiapkan untuk membayar zakat fitrah anggota keluarganya.

Berapa budget (bajet) yang harus disiapkan untuk membeli busana pantas bagi keluarganya, berapa dana yang harus disiapkan untuk kepentingan lebaran. Dengan bulan puasa melatih umat Islam untuk merencanakan kemampuan ekonomi keluarga masing-masing, secara ekonomis semuanya harus diperhitungkan. Intinya adalah perubahan menajemen keuangan keluarga.

Dari berbagai contoh pola perubahan diatas, maka dalam skala global sebenarnya hal ini merupakan keuntungan tersendiri bagi umat Islam sedunia. Melalui kegiatan yang dilaksanakan selama bulan puasa ini umat Islam di seluruh dunia di tuntut untuk selalu siap menghadapi perubahan demi perubahan. Umat Islam berarti memiliki kalender tetap bagi pendidikan bagi pendidikan dan pelatihan manajemen perubahan melalui serangkaian ibadah atau kegiatan-kegiatan lain.

Umat Islam juga berarti memilki jadwal tetap bagi pendidikan karakter melalui pelaksanaan ibadah puasa. Dengan demikian juga umat Islam seharusnya menjadi umat yang selalu siap dengan perubahan, sebab selalu dilatih untuk menghadapi perubahan setiap tahunnya. Untuk Islam seharusnya yang terbiasa dengan perencanaan yang matang dalam menghadapi segala kemungkinan hidup.

Umat Islam seharusnya menjadi umat yang selalu optimis dengan kehidupannya. Umat Islam seharusnya menjadi umat yang terdepan yang selalu siap dengan segala kemungkinan perubahan dan perkembangan zaman. Umat Islam seharusnya menjadi umat yang selalu berpikiran positif dan selalu siap dengan berbagai inovasi yang muncul setiap saat.

Dengan karakter umat Islam yang siap dengan berbagai perubahan seharusnya umat Islam seharusnya menjadi umat yang terbaik dari umat-umat yang lain. Apalagi hanya sekedar menghadapi MEA maka seharusnya umat Islam adalah umat yang paling siap untuk menghadapinya sebab sudah terbiasa dengan manajemen perubahan dalam kehidupannya dan memiliki karakter yang selalu terbuka terhadap perubahan. Wallahu alam bi al-shawab.

• Penulis adalah Guru Besar Filsafat Islam, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN-SU Medan.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon