Jumat, 10 Juni 2016

Puasa dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Bermasyarakat

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA.  Mediamuallaf.com
Oleh : Professor Dr H AMROENI DRAJAT, MAg
Kita patut bersyukur bahwa Allah SWT telah memberikan anugrah kepada kita untuk dapat menyambut bulan yang penuh berkah. Selayaknya juga kita mempersiapkan diri dengan persiapan yang matang dan penuh dengan pemahaman yang benar.
                
Agar amal ibadah yang kita lakukan bertolak dari pemahaman akan kandungan bulan penuh ampunan. Banyak sebutan yang dikenakan kepada bulan puasa ini, bulan puasa disebut juga sebagai syahrullah atau bulan Allah taala, karena pada bulan ini orang beriman menjalankan puasa yang hanya diperuntukan bagi Allah taala, kullu amali ibn adam lahu, illa al-shiyan fainnahu lii wa ana ajzi bihi.
                
Bahwa seluruh amal ibadah semuanya baginya, kecuali puasa, puasa itu untuk-ku dan akulah yang akan memberi pahalanya. Bulan puasa disebut juga syahrul alai, bulan penuh kenikmatan dan limpahan karunia, penuh berkah.
                
Sebab pada bulan inilah Allah taala akan memberikan seluruh karunia yang memiliki prestasi sesuai dengan tujuan berpuasa. Bulan puasa disebut juga dengan syahru ramadhan, bulan pembakaran dosa-dosa orang beriman, peleburan dosa-dosa orang beriman.
                
Memang benar bahwa barang siapa yang mampu melaksanakan perintah berpuasa dengan sempurna maka hasilnya ialah peleburan dosa. Bulan puasa disebut syahrul shabri, bulan kesabaran, karena dalam bulan puasa merupakan bulan yang mengandung latihan untuk menahan diri dari berbagai bentuk perangai buruk, bulan untuk menahan diri dari godaan hawa nafsu.
                
Pada satu bulan ini umat Islam ditempa untuk menjadi orang yang sabar, menjadi orang kuat dalam pengertian yang sebenarnya. Sebab kuat bukan terletak pada kekekaran tubuh dan kekuatan tenaga yang dimilikinya. Melainkan ketahanan manusia dari menahan diri dari amarah. Kekuatan dalam mengalahkan rasa amarah ketika dalam kondisi puncak.
                
Jika orang mampu menahan amarahnya, itulah yang disebut orang kuat, orang sabar ialah orang kuat. Nabi Muhammad bersabda, laisa al-syadidu bisyura’ati, wainnama syadidu aladzi yamliku nafsahu indal ghadabi. Kuat bukan bukan terletak pada kekuatan bergulat dan bertinju, melainkan pada kekuatan menahan diri atau sabar ketika dalam kondisi marah. Karena itu, bulan puasa disebut pula dengan syahrun najah.
                 
Bulan pelepasan dari azab neraka. Sebab dengan melaksanakan puasa dengan baik orang bersangkutan akan terlepas dari azab tuhan. Bulan puasa merupakan kesempatan penting bagi hamba Allah Swt untuk memperbaiki diri. Allah taala memahami dan mengerti kelemahan manusia yang banyak berbuat salah.
                
Bahkan katanya disebut manusia sebagai manusia karena sikap pelupanya. Karena kecendurungan lengahnya. Inna summiya al-insanu al-naasu lini syanihi. Dinamakan orang dengan manusia karena sikapnya yang mudah menjadi pelupa dan gampang lengah, karena itu dengan datangnya bulan puasa, Allah taala memberi peluang bagi hamba-hambaNya untuk memperbaiki diri, diri yang kotor penuh dosa, diberinya manusia peluang untuk membersihkan diri.
                
Karena itu, dengan memaknai bulan puasa sebagai bulan memperbaiki diri maka tidak heran jika pada bulan ini banyak orang yang mengimplementasikan perbaikkan diri dengan lebih memperbanyak bersedekah, berbuat kebaikkan, karena anjuran Nabi Muhammad agar menghapus kesalahan dengan mengikutkannya dengan perbuatan baik “Faatbiisssayyiata alhasanata tamhuha, wakhaliqinnasa bikhuluqin hasanin, tadkhulunjananta bisalaamin. 
                
Ikutilah perbuatan burukmu dengan perbuatan-perbuatan baikmu, niscaya akan menghapuskan keburukkan perangai mu dan setelah itu pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik, bulan puasa disebut juga syahrul juud, yaitu bulan derma, dimana pada bulan ini umat Islam dianjurkan untuk memberikan sedekah kepada yang membutuhkan.
                
Bulan untuk melatih manusia bermurah tangan kepada orang yang kurang beruntung. Bulan yang berfungsi sebagai penyemai rasa sosial kepada sesama manusia, berarti juga bulan untuk memupuk kepedulian terhadap orang lain.
               
Bulan puasa juga disebut syahrul muwasah yaitu bulan yang memberikan kesempatan kepada manusia untuk memenuhi hajat mereka, misalnya orang yang ingin menunaikan hajat nazar dalam melaksanakan ibadah ritual. Puasa juga disebut dengan syahrul iid, bulan kesempatan bagi manusia untuk kembali keformat asalnya dalam kesucian dan dalam kondisi fitrah ketika selesai bulan puasa nanti.
                
Puasa juga disebut syahru Tilawah, syahru tadarrus bulan yang digunakan untuk membaca ayat-ayat Alqur'an begitu pada bulan yang banyak digunakan untuk menyelami dan mempelajari Alqur'an. Begitu juga puasa disebut syahrul Alqur'an artinya bahwa pada bulan tersebutlah Alqur'an diturunkan yaitu bulan terdapat saat Alqur'an diturunkan yang dikenal Nuzul Alqu'ran begitu pentingnya peristiwa turunnya Alqur'an itu sehingga umat Islam tidak melewatkannya begitu saja. Masih banyak lagi nama-nama bagi bulan puasa.
                
Puasa disebut sebagai syahru al-shiyam. Artinya bulan untuk latihan menahan diri. Karena kebanyakkan manusia mengalami kebangkrutan dalam kehidupannya, karena kegagalan mereka berpuasa. Manusia sering gagal dalam mengarungi kehidupan dunia ini, disebabkan karena mereka gagal dalam memahami hakikat puasa, atau al-shiyam. Banyak orang menuai kecelakaan karena ketidakmampuannya menahan diri.
                
Menahan diri dalam pengertian yang luas, penguasa hancur karena ketidakmampuannya menahan ambisinya dalam memaksakan kehendaknya kepada rakyatnya misalnya, karena itu penguasa yang tidak mampu menahan kehendaknya berarti penguasa yang lemah. Penguasa yang gagal dalam menjalani puasanya.
                
Meskipun secara lahir melakukan puasa dengan meninggalkan makan dan minum serta hal-hal lain yang membatalkan puasa. Orang-orang yang terjerumus kedalam lembah kehinaan seringkali ketidakmampuannya berpuasa dalam arti menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Anak muda yang terjerumus ke lembah narkotik juga kerena ketidakmampuannya menahan diri dari godaan teman-temannya yang mengajaknya.
                
Orang yang berilmupun belum tentu dapat berpuasa dengan baik, sebab bisa saja mereka tidak mampu untuk tidak memamerkan keilmuannya. Banyaknya musibah dan bencanapun lebih disebabkan karena kegagalan manusia berpuasa. Terjadinya longsor, banjir bandang seperti yang baru-baru ini terjadi di sibolangit misalnya juga karena kegagalan manusia dalam mengerem, menahan ambisinya dalam mengunduli hutan, mereka gagal berpuasa, karena itu bencana yang datang.
                
Pejabat yang masuk penjara juga merupakan bentuk kegagalan mereka dalam berpuasa, gagal dalam menahan diri dari keinginan untuk memiliki hak milik orang lain. Koruptor kelas apa saja diakibatkan karena kegagalan mereka dalam berpuasa, mereka gagal dalam menahan keinginan nafsu serakah yang bersemayam dalam dirinya.
                
Kalau pemahaman puasa sedalam dan seluas itu, maka pada hakikatnya hanya orang yang mampu barpuasa yang beruntung dan selamat. Berpuasa dalam pemahaman seperti itu juga tidak terbatas hanya pada bulan puasa melainkan pada setiap waktu kapan di mana saja.
                 
Oleh sebab itu pada hakikatnya mahasiswa sepanjang hidupnya dituntut untuk melakukan puasa dalam arti kemampuan menahan diri dari dorongan-dorongan nafsu serakah, nafsu kejahatan yang datang dari dalam dirinya. Karena itu, puasa merupakan sarana pembentukan kualitas diri merupakan sarana untuk memperbaiki pribadi yang telah mengalami kebangkrutan spiritual. Membasahi gurun batiniah yang sudah mengering.
                
Mengugah kembali kesadaran diri yang paling dalam. Berpuasalah dengan benar maka akan baiklah semuanya. Jika pribadi yang ingin tampil menjadi pribadi yang lurus kehidupannya, luruskanlah dulu pendorong yang ada dari dalam dengan berpuasa selamanya. Kita di tuntut untuk terus menerus berpuasa. Jika kita menginginkan umat Islam ini selamat dunia akhirat maka umat ini harus diajari bagaimana berpuasa benar.
                
Jika kita ingin penguasa yang baik, maka hendaknya kita memilih penguasa yang benar cara berpuasanya. Didalam diri penguasa yang berpuasa dengan benar, akan muncul kepemimpinan yang mengayomi bukan tirani. Negara yang aman ialah negara yang penguasa dan rakyatnya mampu berpuasa dengan benar.
                
Dalam masyarakat yang berpuasa dengan benar tidak ada anarkis, tidak ada yang menang sendiri. Pendeknya jika ingin selamat, ingin damai, ingin sejahtera berpuasalah dengan benar berpuasalah selamanya. Wallahu alam bi alshawab.

• Penulis adalah Guru Besar Filsafat Islam, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN-SU Medan.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon