Senin, 20 Juni 2016

Menahan Lidah

Gedung UMSU Medan Sumut. • Mediamuallaf.com
Oleh : Zailani, MA
Kebaikan Manusia ada pada tiga jalur, yang pertama terdapat dalam katanya, kedua terlihat dari perbuatan sehari-hari dan yang ketiga pada niatnya. Apabila tiga hal ini dikombinasi, bukan hanya dia begitu berbeda dibandingkan manusia yang lain, tapi derajatnya juga ditinggikan hingga melebihi malaikat. Karena sebagian besar manusia hanya mampu melaksanakan beberapa jalur saja.

Ada yang pandai berbicara sedikit bertindak, sering disebut NATO (no action talk only), Allah menyindir jenis manusia seperti dalam Alqur'an surat Ash-Shaff ayat 2 artinya "Hai-orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat," Jenis yang lain, suka menolong dengan harta atau sejenisnya tapi lidahnya tidak terkontrol penuh duri dan racun.
                
Untuk model terakhir, hanya berniat tanpa suara, banyak bercita-cita tanpa perbuatan. Dari setiap unsur anggota tubuh manusia, indra yang paling mudah digunakan adalah lidah. Kekuatan lidah terletak pada kelenturannya, karenanya lidah merupakan senjata ampuh yang paling mematikan sekaligus lisan juga obat yang manjur untuk menenangkan tajamnya pedang hanya mampu melukai orang yang terkena pedang tersebut dengan jarak yang dekat.
                
Namun tajamnya lisan mampu membunuh suatu bangsa dan menghancurkan hubungan kekerabatan. Pada masa jamannya penjajahan Belanda di Indonesia, politik yang mereka gunakan salah satunya adalah siasat lidah, istilah itu dikenal istilah, "Devide et impera" (Pecah belah dan kuasai), disisi yang lain lidah mengambil peran strategis dalam mengantarkan orang ke jalan kebaikkan.
                
Masuknya manusia nusantara ini kedalam Islam diawali dengan dakwah yang dibawa oleh para saudagar muslim, karena lidah bisa berperan ganda menghancurkan dan membangun maka yang perlu dikendalikan terlebih dahulu sebelum menjinakkan lidah adalah nafsu.
                
Untuk mengendalikannya perlu akidah yang kuat dan iman yang tinggi untuk mengikatnya. Dengan demikian lidah menjadi mudah diarahkan kearah kebaikan. Jadi letak kemulian seseorang tidak hanya dari sikap, "ringan tangan," tapi juga kata-katanya menyeyukkan.
                
Mengkondisikan lisan memang membutuhkan perjuangan yang panjang karena dalam hitungan detik saja bisa membuat orang terluka, sehingga menjaganya sangat penting sekali, kalau seseorang tidak banyak membantu dengan perbuatan, maka menjaga lidah dari fitnah, hujat, dan caci maki bagian terpenting untuk dilakukan.
                
Hadist Nabi SAW artinya, "sesungguhnya seseorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan baik atau buruknya maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh dari pada jarak antara sudut timur dan sudut barat," (mutafaqun alaih).
                
Seseorang yang dilengkapi dengan prestise yang tinggi di masyarakat mempunyai resiko yang besar dalah menyalahgunakan lisan saat berinteraksi, seseorang yang punya jabatan dan kekuasaan secara naluri umumnya mendekatkannya dengan kesombongan dan keangkuhan. Manifestasinya berbeda-beda, adanya dengan kebijakan, memamerkan harta, ada dengan juga lidahnya ketidakmampuan mengontrol perkataan dan cendrung menusuk Qarun dan Fir’aun merupakan contoh sejarah hitam hartawan dan penguasa yang lupa, "daratan dan konsep dirinya,".
                
Berkenaan dengan hal tersebut menjaga lisan dari perkataan yang mubazir dan sia-sia bagian ibadah yang seyogianya di tunaikkan. Dapatnya hikmah dan pahala puasa salah satunya adalah menghindari diri dari perkataan yang mengandung dosa, kalau diam lebih indah dari berbicara, maka hal itu jauh lebih mulia dibandingkan berkomentar.
                
Dengan sedikit berbicara lebih banyak merenung bagian tipologi hamba-hamba yang mawas diri dari bahaya-bahaya lisan. Untuk menjauhi prilaku tersebut berinteraksi dengan Alqur'an dan banhyak berzikir kepadaNya menyadikan lidah semakin Islam dalam bersuara dan berkata. Tidak ada lagi ucapan sia-sia yang tinggal kata bijak dan penuh hikmah. Wallahu alam.

• Penulis adalah : Dosen FAI UMSU Medan-SUMUT.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon