Rabu, 10 Agustus 2016

Dapatkah Amal Ibadah Bangkrut Di Akhirat?

Ilustrasi: http://kpkcorner.blogspot.co.id/. • Mediamuallaf.com
Oleh: Hasrian Rudi Setiawan, MPdI
Harta, pangkat, jabatan, dan anak merupakan hal yang sering dibanggakan oleh setiap individu manusia. Demikian juga dengan amal ibadah seringkali membuat seseorang membanggakan dirinya dengan amal yang ia lakukan. Padahal amal ibadah merupakan bekal yang kelak akan dibawa setiap individu manusia kepada Allah bukan untuk dibanggakan atau disombongkan dihadapan manusia lain. Terkadang sebagian orang beranggapan bahwa amal ibadah yang selama ini ia lakukan seperti salat, puasa, zakat, haji dan lainnya dapat membawanya sebagai penghuni surga. Padahal ada hal yang lain yang perlu dilakukan oleh setiap hamba Allah yaitu membina dengan baik hubungan sosial dengan sesama manusia, dan tidak menzalimi orang lain, dengan demikian untuk menjadi penghuni surga Allah setiap individu tidak hanya melakukan hubungan secara vertikal saja (beribadah dengan Allah), namun juga harus melakukan hubungan secara horizontal (berbuat baik dengan sesama manusia).

Dalam hadis Rasulullah SAW menjelaskan, yang artinya: Suatu ketika Rasulullah SAW, bertanya kepada sahabat-sahabatnya,"Tahukah kalian siapa sebenarnya orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah seorang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda". Kemudian Rasulullah SAW berkata, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala salat, pahala puasa, pahala zakatnya dan pahala hajinya, tapi ketika hidup di dunia dia mencaci orang lain, menuduh tanpa bukti terhadap orang lain, memakan harta orang lain (secara bathil), menumpahkan darah orang lain (secara bathil) dan dia memukul orang lain, Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada orang yang di zaliminya. Semuanya dia bayarkan sampai tidak ada yang tersisa lagi pahala amal sholehnya. Tetapi orang yang mengadu ternyata masih datang juga. Maka Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu. Dan (pada akhirnya) dia dilemparkan ke dalam neraka. Kata Rasulullah selanjutnya, "Itulah orang yang bangkrut di hari kiamat, yaitu orang yang rajin beribadah tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka". (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan lainnya).

Dalam hadis tersebut, mengingatkan kepada kita untuk tidak mengabaikan terhadap amal ibadah yang bersifat horizontal (berhubungan dengan sesama manusia). Maka, agar kita tidak termasuk golongan orang-orang yang bangkrut di akhirat nanti, dikarenakan kita mengabaikan terhadap amal ibadah yang bersifat horizontal (berhubungan dengan sesama manusia).Maka hal yang dapat dilakukan adalah melakukan dan menjaga hubungan silaturahmi. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah SAW, yang artinya: "Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan adalah pahala orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah siksaan bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR. Ibnu Majah).

Berdasarkan hadis nabi tersebut, bahwa hal yang dapat mendatangkan kebaikan adalah perbuatan baik yang dilakukan dan menghubungkan silaturahim, sedangkan hal yang dapat mendatangkan keburukan adalah orang yang melakukan kejahatan dan memutuskan hubungan silaturahim. Maka, harus ada upaya dalam menghindari kebangkrutan amal di akhirat nanti. Karena terkadang sengaja atau tanpa disengaja kita melakukan kezaliman kepada orang lain. Karena itu, dalam melakukan amal ibadah yang sifatnya horizontal (hubungan kepada sesama manusia) ada beberapa hal yang harus diketahui, yaitu: Pertama, mengetahui hakikat silaturahmi. Masyarakat kita, silaturahim diartikan sebagai kegiatan kunjung-mengunjungi, saling bertegur sapa, saling menolong, dan saling berbuat kebaikan. Namun, sesungguhnya bukan sebatas itu makna silaturahim sesungguhnya. Silaturahim adalah menghubungkan kasih sayang antar sesama. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa terdapat fadhilah orang yang menghubungkan silaturahim. Hal ini disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW, yang artinya: "Barang siapa yang ingin rizkinya diluaskan dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menghubungkan tali silaturahim". (HR. Bukhari dan Muslim). Terdapat tips dari Rasulullah SAW, agar terjalin saling mencintai dengan sesama muslim, diantaranya yaitu: tebarkan salam, menghubungkan tali silaturahim dan memberi makan kepada yang membutuhkan. Karena itu, silaturahim menjadi sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa silaturahim tidak hanya tampilan lahiriah saja, namun harus melibatkan hati dalam melakukannya.

Kedua, hakikat memaafkan sesama manusia. Dalam bukunya yang berjudul "Membumikan Alqur'an" Dr M Quraish Shihab menyatakan bahwa. Kata maaf dalam Alqu'ran disebutkan dengan kata al-afwu yang berarti "menghapus". Hal ini karena orang yang memaafkan dapat menghapus bekas-bekas luka di hatinya. Dalam arti kata bahwa orang yang memaafkan menghapus dalam hatinya bekas luka di dalam hati, dan menghapus dendam yang membara yang ada. Memaafkan adalah kerja hati yang sangat berat. Hal ini karena harus benar-benar berupaya menghilangkan segala noda kesalahan orang lain dari relung hatinya. Memang sulit untuk melakukannya, namun harus tetap diupayakan. Adapun caranya dengan mengkondisikan hati secara terus menerus agar benar-benar bisa mengikhlaskan kesalahan orang lain alias memaafkannya.

Dengan demikian amal seorang muslim yang taat beribadah kepada Allah dapat mengalami kebangkrutan di akhirat kelak, jika ia melakukan kezaliman kepada orang lain. Karena itu, sebagai seorang muslim harus dapat menyeimbangkan antara hubungan dengan Allah dengan hubungan dengan manusia. Dan apabila pernah melakukan kezaliman kepada orang lain maka segeralah untuk meminta maaf kepada orang tersebut.

• Penulis adalah Dosen FAI UMSU.

Positive Thinking Terhadap Allah

Ilustrasi: http://www.putramelayu.web.id/. • Mediamuallaf.com
Oleh: Lidia, SPdI
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah dengan struktur yang paling baik dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya. Struktur manusia terdiri dari unsur-unsur jasmani, rohani, nafs, dan iman (Sutoyo, 2007: 66). Bahkan kesempurnaan struktur manusia tersebut disebutkan dalam firman Allah SWT, yang artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tin: 4). Potensi yang diberikan Allah kepada manusia adalah diberikan akal pikiran. Allah menganugerahkan kepada manusia akal pikiran sebagai kunci untuk memperoleh petunjuk terhadap segala hal, termasuk untuk mendapatkan sesuatu kebenaran. Akal juga merupakan kendaran pengetahuan, serta pohon yang membuahkan istiqomah dan konsistensi dalam kebenaran, karena itu, manusia baru bisa menjadi manusia kalau ada akalnya.

Positive thingking adalah salah satu akhlak mahmudah (terpuji). Positive thingkingsecara sederhana dapat kita artikan dengan berprasangka baik atau berpikir positif (Tafkir al-Ijabiy). Menurut Viera Biffer positive thingking adalah suatu sikap mengambil manfaat dengan menggunakan akal kesadaran dengan penuh kerelaan dalam bentuk yang positif. Positive thingking merupakan suatu cara jitu dalam menghadapi kehidupan, yaitu dengan cara memusatkan pikiran kepada hal yang sifatnya positif dalam kondisi bagaimanapun sebagai ganti dari memusatkan pikiran menuju sesuatu yang negatif.

Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Allah mengasihi seluruh makhluk-Nya, tidak peduli apakah makhluk tersebut taat atau durhaka, muslim atau kafir. Bahkan, binatang dan tumbuh-tumbuhan pun dijamin rezekinya oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT, yang artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya”. (QS. Hud: 6).

Dalam kehidupan ini seringkali kita mendapatkan ujian dan cobaan, terkadang ujian dan cobaan tersebut berupa kenikmatan hidup yang dapat melalaikan kita, dan terkadang pula ujian dan cobaan tersebut berupa kesengsaraan dan kesulitan, yang menyebabkan seseorang terkadang frustasi dalam menjalaninya. Kita terkadang berpikir bahwa Allah SWT tidak sayang kepada kita. Padahal, dengan cobaan kesulitan tersebut, justru Allah SWT menghendaki kebaikan bagi diri kita. Allah SWT hendak mendidik dan menempa kita agar menjadi manusia yang unggul. Selain itu, dibalik cobaan tersebut Allah SWT telah menyiapkan karunia yang besar bagi kita ketika lulus dari cobaan. 

Tidak ada alasan apapun untuk kita berfikir negatif kepada Allah SWT. Karena hal tersebut merupakan akhlak mazmumah (tercela) di hadapan Allah SWT, dan juga akan merugikan individu yang berprasangka buruk kepada Allah, sebab akan menjadikan seseorang menjadi pesimis, kehilangan harapan dan putus asa. Karena itu, sebagai seorang muslim harus yakin bahwa segala sesuatu yang telah Allah takdirkan adalah merupakan hal yang terbaik bagi kita. Kuncinya, berpikir positif terhadap ketentuan Allah SWT. Sebab, boleh jadi apa yang menurut kita baik, sebenarnya tidak baik bagi kita. Sebaliknya, boleh jadi apa yang menurut kita tidak baik, sebenarnya baik bagi kita. Hal ini sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 216).
Karena itu, sebagai seorang muslim kita wajib berprasangka baik kepada Allah atas takdir yang telah ditentukannya. Adapun orang yang berprasangka baik kepada Allah, pada umumnya memiliki kriteria, yaitu: beriman kepada Allah, bernilai luhur, selalu mencari jalan keluar atas segala masalah yang menimpanya, dan tidak membiarkan masalah dan kesulitan mempengaruhi kehidupannya.

• Penulis adalah Alumni Fakultas Agama Islam UMSU.

Minggu, 07 Agustus 2016

Allah Menjamin Rezeki Setiap Makhluk

Ilustrasi: http://layarberita.com/. • Mediamuallaf.com
Oleh: Lidia, SPdI
Sungguh seandainya salah seorang diantara kalian mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu, maka itu lebih baik, dari pada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya ataupun tidak”, (HR. Bukhari dan Muslim).

Seringkali masalah keuangan membuat kita gelisah, seakan-akan kita menganggap bahwa rezeki yang kita miliki tidak lancar bahkan terkadang kita khawatir bila tidak ada bagian rezeki yang dihadirkan untuk kita.

Di zaman sekarang ini, dimana persaingan semakin ketat, lapangan pekerjaan pun terbatas, terkadang membuat orang semakin pesimis terhadap bagaimana untuk mendapatkan rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rezeki setiap makhluk sebenarnya telah dijamin oleh Allah, selama manusia hidup di dunia. Setiap makhluk telah Allah siapkan rezekinya masing-masing.

Namun dalam meraih rezeki dari Allah tersebut manusia harus berusaha untuk mendapatkannya, sebab tanpa adanya usaha mustahil seseorang dapat mendapatkan rezeki yang ia inginkan tersebut. Adapun orang yang sulit untuk mendapatkan rezekinya dapat disebabkan oleh dua hal yaitu :

Pertama, kurang berusaha untuk mendapatkan rezeki dari Allah (malas bekerja). Orang yang malas berusaha atau malas bekerja tentunya mustahil ia mendapatkan sesuatu yang ia inginkan. Karena itu Allah dan rasulnya memerintahkan kepada manusia untuk bekerja mendapatkan rezeki dan karunia Allah. Bahkan Rasullullah SAW mengatakan, bahwa seseorang yang bekerja sebagai pemikul kayu bakar lebih mulia dibandingkan orang yang meminta-minta.

Hal ini sebagaimana hadist nabi, yang artinya dari Abu Huraira ra, Ia berkata, ”Rasullullah SAW bersabda : Sungguh seandainya salah seorang diantara kalian mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu, maka itu lebih baik, dari pada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya ataupun tidak”, (HR. Bukhari dan Muslim).
  
Dalam hadist tersebut menjelaskan kepada kita bahwa orang yang malas bekerja akan sulit untuk mendapatkan rezeki dan karunia Allah. Sebab ia hanya berharap tanpa adanya usaha untuk mendapatkannya. Dalam Alqur'an Allah SWT mengingatkan kepada kita yang artinya, ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah masib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka”, (Qs. Ar Ra'du: 11).

Kedua, Allah mengetahui apa yang terbaik bagi setiap makhluknya. Setelah berusaha dengan maksimal untuk mendapatkan rezeki yang diinginkan, namun demikian juga tidak mendapatkan sesuai dengan yang diharapkan. Maka sebagai seorang muslim kita wajib berbaik sangka terhadap Allah, Karena sesuatu yang ditakdirkan Allah kepada kita merupakan hal yang terbaik bagi kita maka sudah sepantasnya kita menyakini bahwa yang kita alami tersebut akan membawa kebaikan bagi kita baik untuk dunia kita maupun akhirat kita.

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, ”Bisa jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”, (Qs Al-Baqarah: 216).

Dengan demikian kekhawatiran kita ataupun keraguan kita terhadap rezeki yang telah dijamin oleh Allah merupakan tanda betapa kurangnya keiman kita kepada Allah. Kurangnya iman juga terlihat ketika kita lebih memilih rajin untuk mencari rezeki ketimbang rajin untuk beribadah kepada Allah. Keteledoran kita dalam beribadah kepada Allah membuktikan butanya mata hati kita, karena kita lebih mementingkan dunia dari pada akhirat. Telah dijelaskan bahwa setiap makhluk telah dijamin rezekinya oleh Allah SWT.

Hal ini sebagaimana hadits nabi yang artinya, ”Berapa banyak binatang yang melata yang tidak sanggup membawa rezekinya (makanan kebutuhannya). Allah yang menjamin rezekinya, juga terhadap kamu”, (QS Al Ankabut: 60).

Dalam mencari rezeki Allah tersebut hendaknya kita menggunakan cara-cara yang baik, tidak melanggar hukum dan apalagi bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab sebanyak apapun harta atau uang yang didapat apabila didapat dengan cara yang tidak baik, maka tidak akan mendapatkan sesuatu keberkahan dari Allah sebab hidup akan terasa indah bila mencari berkah dari Allah.

• Penulis adalah Alumni Fakultas Agama Islam UMSU.

Menangani Kenakalan Siswa

Ilustrasi: http://www.onlycy.com/. • Mediamuallaf.com
Oleh: Hasrian Rudi Setiawan, MPdI
Menjadi seorang guru, pada saat sekarang ini dapat dikatakan gampang-gampang susah. Hal ini karena, selain seorang guru harus mempersiapkan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik, seorang guru juga harus dapat memahami karakteristik peserta didik dan mengatasi segala masalah yang disebabkan oleh peserta didiknya sendiri, baik itu ketika peserta didiknya berbuat ulah di dalam kelas maupun di luar kelas. Namun apabila seorang guru tidak dapat mengatasi segala masalah yang terjadi baik di dalam kelas maupun di luar kelas, maka guru tersebut akan terbawa emosi yang akhirnya suatu saat akan diluapkan kepada peserta didiknya, baik itu akan diluapkan dalam bentuk tindakan kekerasan maupun dalam bentuk kata-kata kasar.

Jika guru sebagai pendidik melakukan tindakan kekerasan yang melukai fisik peserta didik guru sebagai pendidik akan terkena undang-undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 54. Tentang perlindungan Anak yang menyatakan, bahwa : “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya didalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”

Dalam undang-undang tersebut dengan jelas disebutkan bahwa peserta didik berhak mendapat perlindungan dan peserta didik juga tidak boleh memperoleh tindakan kekerasan walaupun peserta didik nakal atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan sekolah. Karena itu, ada beberapa trik untuk mengatasi masalah terkait peserta didik yang suka berbuat masalah atau kenakalan baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas. Ketika peserta didik berbuat ulah atau kenakalan di dalam kelas, misalnya jika salah seorang atau sebagian peserta didik berbuat usil kepadateman-teman sekelasnya atau ketika guru menerangkan pelajaran sebagian peserta didik berbuat keributan di dalam kelas, sehingga membuat suasana kelas menjadi tidak tenang dan situasi kelas tidak kondusif.

Maka cara yang pantas untuk mengatasi karakter anak seperti itu dengan cara melakukan pendekatan secara persuasif yaitu dengan cara memperhatikan atau memberikan sebuah perhatian khusus kepada anak yang bersangkutan. Namun walaupun demikian, dalam memberikan perhatian kepada peserta didik yang berbuat masalah atau kenakalan di dalam kelas hendaknya tidak terlalu kelihatan  dengan peserta didik yang lain. Hal ini karena, apabila peserta didik yang lain mengetahuinya bahwa peserta didik yang bersangkutan (yang berbuat masalah atau melakukan kenakalan) mendapat perhatian khusus maka akan berdampak menimbulkan rasa iri diantara mereka.

Selain itu, dalam memberikan perhatian kepada peserta didik yang bermasalah atau berbuat kenakalan di dalam kelas, maka guru harus memperhatikan mengapa anak yang bersangkutan berbuat kenakalan di dalam kelas. Tentunya anak yang berbuat demikian memiliki sebab yang terkadang tidak mereka dapat ungkapkan dengan kata-kata, melainkan dengan perbuatan, seperti membuat ulah dan sebagainya. Misalnya, anak berbuat kenakalan di dalam kelas, apakah karena peserta didik yang bersangkutan kurang mendapatkan perhatian di dalam lingkungan keluarganya atau mendapat pengaruh buruk pada lingkungan tempat tinggalnya. Penyebab peserta didik melakukan kenakalan di dalam kelas harus diketahui oleh guru selaku pendidik, karena apabila guru telah mengetahui latar belakang mengapa peserta didik tersebut melakukan kenakalan di dalam kelas. Maka untuk mengatasi peserta didik yang bersangkutan menjadi akan lebih mudah, sebab guru selaku pendidik sudah mengetahui penyebab peserta didik melakukan hal tersebut.

Kemudian apabila peserta didik melakukan kenakalan di luar sekolah. Memang hal tersebut bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru melainkan orang tua yang memiliki tanggung jawab lebih terhadap kenakalan anak di luar sekolah. Namun walaupun begitu, guru tetap memiliki tanggung jawab terhadap peserta didik yang melakukan kenakalan di luar sekolah. Hal ini karena guru ketika di sekolah memiliki kewajiban untuk memberikan pengaruh baik kepada peserta didik dan memiliki kewajiban untuk menasehati peserta didik agar berbuat baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kemudian jika peserta didik melakukan kenakalan di luar sekolah maka sekolah atau guru pasti akan terkena dampak negatifnya, karena jika peserta didik berulah di luar kelas maka nama sekolah atau guru menjadi terbawa-bawa.

Karena itu, untuk menghindari kenakalan peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar sekolah, maka hal yang harus dilakukan adalah harus tercipta kerjasama antara guru dan orang tua yang baik. Sebab dengan adanya kerjasama yang baik antara orang tua dan guru tersebut, tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan baik. Kemudian baik orang tua dan guru harus selalu memberikan teladan yang baik dan harus selalu memberikan nasihat yang baik kepada peserta didik.

• Penulis adalah Dosen FAI UMSU.

Kamis, 04 Agustus 2016

Antara Kemiskinan & Pendidikan

Ilustrasi: http://assets.kompas.com/. • Mediamuallaf.com
Oleh: Hasrian Rudi Setiawan, MPdI
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang. Dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seseorang yang tidak mendapatkan pendidikan yang baik tentunya ia akan sedikit mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu, pendidikan dapat diartikan sebagai usaha menuntun anak sejak dilahirkan untuk mencapai kedewasaan jasmani maupun rohani. Demikian juga dengan bangsa ini, bangsa ini akan maju jika masyarakatnya memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni. Tanpa adanya pendidikan, yakinlah bahwa suatu bangsa tidak akan pernah mengalami yang namanya perkembangan, jika penduduk bangsa tersebut tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan bekal pendidikan, suatu bangsa dapat bangkit dari keterpurukannya dan mencapai kejayaannya. Namun sayangnya, tidak semua masyarakat Indonesia mampu mengenyam bangku sekolah. Hal ini dikarenakan, biaya pendidikan yang mahal, kondisi sosial ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia tergolong rendah dan masih banyak lagi faktor lain yang mempengaruhinya.
            
Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 disebutkan bahwa: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Hal ini tentunya memiliki arti bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama yaitu berhak untuk mendapatkan pendidikan. Namun, dikarenakan banyak faktor yang menghalangi sebagian orang untuk mengenyam pendidikan. Misalnya karena faktor kemiskinan hak tersebut seolah terabaikan. Kemudian, dikarenakan faktor kemiskinan, banyak anak-anak yang seharusnya belajar di sekolah, namun mereka memilih untuk bekerja membatu orang tuanya atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Yang lebih menyedihkan lagi semangkin banyaknya profesi pengamen dan pengemis jalanan yang dilakukan oleh anak yang seharusnya mereka belajar disekolah. Hal ini semua dikarenakan karena faktor kemiskinan. Kemiskinan memiliki dampak yang sangat besar terhadap pendidikan. Kemiskinan jika tidak segera diatasi maka untuk mencapai pendidikan yang bermutu sangat sulit.
           
Pada saat ini dimana semangkin ketatnya persaingan hidup, tentunya akan sulit untuk mendapatkan lapangan pekerjaan jika tidak memiliki keahlian. Karena itu pendidikan tentunya memiliki peranan yang sangat dominan terhadap masa depan seseorang. Bagi orang yang mampu (kaya), meningkatkan kualitas diri atau mengecam pendidikan merupakan hal yang mudah, mereka dengan mudah dapat sekolah, kursus, ikut bimbingan belajar dan lain sebagainya. Namun bagi orang yang miskin untuk meningkatkan kualitas diri atau mengenyam bangku sekolah merupakan hal yang sulit. Dengan demikian, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas maka perlu diimbangi dengan biaya. Sehinggga masyarakat yang berekonomi lemah tidak mampu untuk membayarnya. Akibatnya, pendidikan dan pengetahuan yang mereka miliki dibawah standar. Bahkan banyak anak-anak yang tidak sekolah dan putus sekolah karena kemiskinan.

Kemiskinan adalah masalah yang harus segera diatasi, karena itu untuk mengatasinya perlu melibatkan peran serta banyak pihak, terutama pemerintah. Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah memiliki peran yang besar. Bahkan secara tertulis dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2 disebutkan bahwa: ’’Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’’. Dari undang-undang tersebut secara tertulis dinyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk memfasilitasi warga negaranya dalam mendapatkan pendidikan.

Dalam prakteknya pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Sampai dengan meningkatkan anggaran untuk pendidikan hingga 20% dari anggaran belanja Negara. Namun, dalam kenyataannya, program yang dijalankan pemerintah belum mampun menyentuh pokok yang menimbulkan masalah kemiskinan ini. Ada beberapa program permerintah yang sudah dijalankan dan dimaksudkan sebagai solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan. Seperti diantaranya adalah program Bantuan Langsung Tunai yang merupakan kompensasi yang diberikan usai penghapusan subsidi minyak tanah dan program konversi bahan bakar gas. Selain itu juga ada pelaksanaan bantuan dibidang kesehatan yaitu jaminan kesehatan masyarakat atau jamkesmas. Namun kedua hal tersebut tidak memiliki dampak signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan. Baik ada atau tidak ada masalah kemiskinan di Indonesia, negara tetap wajib menyediakan jaminan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.


Karena itu, untuk menciptakan bangsa yang maju. Hendaknya pemerintah harus segera membenahi sistem pendidikan dan memberikan fasilitas dan peluang yang sama untuk masyarakat yang miskin untuk mengenyam pendidikan. Karena pada kenyataannya banyak orang yang ingin sekolah tinggi namun tidak mampu secara ekonomi. Hal ini tentunya hal yang sangat menyedihkan dan harus segera dicarikan solusinya oleh pemerintah.

• Penulis adalah Dosen FAI UMSU.

Selasa, 02 Agustus 2016

Pesan Untuk Muallaf Agar Iman Tak Goyah

Ilustrasi: http://www.konfrontasi.com. • Mediamuallaf.com

Untuk jatuh cinta kepada Islam bukanlah perkara yang sulit, terbukti semakin banyak orang yang yakin dengan Islam dan memutuskan untuk bersyahadat. Namun, tak sedikit para muallaf yang menemui kesulitan dalam mempertahankan keyakinan barunya terutama di kawasan minoritas.

Banyak muallaf yang mendapatkan diskriminasi atau penolakkan hingga kesulitan dalam meng-akses dan memahami informasi tentang Islam.Untuk itu, berikut lima (5) hal yang perlu dilakukan para muallaf agar tetap pada keyakinan Islam di tengah banyaknya cobaan yang datang.

Pertama, beri waktu diri anda untuk belajar. Jangan malas untuk belajar menggali pengetahuan tentang agama Islam. Sebab setan akan melakukan apa saja agar manusia terjerumus dan terperangkap dalam perbuatan dosa. Rancangkanlah jadwal dan target yang ingin dicapai ketika mempelajari cara beribadah dalam Islam. Tetap sabar karena semua ada prosesnya.

Kedua, hindari membandingkan diri Anda dengan orang lain. Perlu diakui kita akan sangat mudah untuk melakukan perbandingan. Tapi yakinlah, membanding-bandingkan diri anda dengan Muslim yang lahir dan tumbuh dari lingkungan Islam akan menyulitkan anda untuk berkembang. Jangan berkecil hati karena pengetahuan Anda soal Islam lebih rendah dari yang lain. Pengetahuan Anda yang lebih sedikit dari orang lain sangat bisa dimaklumi karena Anda masih dalam tahap belajar.

Ketiga, berprilakulah sewajarnya. Bagi muallaf yang tinggal dikawasan minoritas Muslim sangat disarankan untuk menjaga perilaku sewajar mungkin sesuai dengan adat istiadat yang dijunjung. Sebab tidak semua orang memiliki pandangan yang sama dengan apa yang kita yakini.

Keempat, cukup sopan dalam berpakaian. Berhubung tidak semua orang bisa menerima apa yang kita lakukan, cukuplah berpakaian dengan sopan. Anda tidak perlu memakai atribut beribadah yang sangat menyolok atau dapat mencirikan Anda sebagai muslim, Kenakan pakaian sesuai pada tempatnya.

Kelima, selalu shalat dan berdo’a terutama saat dalam keraguan. Jangan pernah lalai dalam menjalankan ibadah terutama sholat lima waktu. Jika Anda berada dilingkungan minoritas muslim disarankan untuk tidak shalat didepan umum. Lakukanlah shalat secara privasi. (Rpl)

MPU Jadi Pelita Bagi Muallaf di Kabupaten Aceh Tamiang



Liputan Ibnu Jamil Karu
ACEH TAMIANG – mediamuallaf.com
: Aceh sebagai salah satu daerah khusus yang diberi kewenangan keistimewaan dan kekhususan oleh Pemerintah Pusat, khususnya dalam menyelenggarakan kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada ajaran Islam. Nuansa ini juga dapat dirasakan disalah satu kabupaten yang berada di ujung Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, yakni kabupaten Aceh Tamiang bahkan karena masifnya dakwah yang dilakukan oleh alim ulama, banyak masyarakat non muslim kemudian memutuskan untuk menjadi muallaf.

“Banyak dari masyarakat yang mendapat siraman dakwah, dan akhirnya memilih Islam sebagai jalan hidup, ”Dalam bahasa syar’i mereka yang baru mendapat hidayah itu disebut muallaf”, kata Ketua MPU Aceh Tamiang Drs H M Ilyas Muntawa saat berbincang dengan wartawan beberapa waktu lalu.

Dia bercerita, ada berbagai faktor turut melatarbelakangi mengapa seseorang memutuskan menjadi muallaf, misalnya ada mereka yang terusir dari keluarga, ada yang tak diakui lagi menjadi anak, bahkan tidak jarang ada yang terancam jiwanya. Bahkan diakuinya, selama ini umat Islam dan para penggiat dakwah bergembira dengan adanya muallaf sebagai saudara baru mereka dalam Islam. Tentunya hal ini mengindikasikan syiar Islam masih hidup dan berkembang dalam hegemoni masyarakat yang majemuk”, tuturnya

Atas pertimbangan tersebut. MPU Aceh Tamiang kini semakin sering menjadi fasilitator dan pembimbing bagi masyarakat yang hendak memeluk Islam, ”Salah satunya adalah dengan membimbing masyarakat yang hendak jadi muallaf, baik dalam membimbing secara informal melalui berbagai siraman rohani kepada calon muallaf tersebut, sekaligus memberikan legelitas administrasi”, jelas Ilyas Muntawa.

Hingga juni 2016 sambungnya lagi setidaknya MPU telah memberikan legitimasi formal sebanyak 28 orang yang menjadi muallaf. Adapun rincian muallaf yang berasal dari Agama Kristen Protestan sebanyak 15 orang, dari agama Kristen Katolik sebanyak 3 orang, dari agama Budha sebanyak 10 orang.

Penting untuk di pahami dengan adanya pertambahan saudara muslim yang berlatar belakang muallaf, seyogyanya turut mempererat tali silatuhrahmi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus memperkokoh persatuan dan kesatuan antar umat beragama.